Sengketa merupakan konflik antara dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan berbeda terhadap satu atau beberapa obyek Hak Atas Tanah.
Tipologi Sengketa
1. Pendudukan tanah perkebunan/ non perkebunan/ tanah kehutanan dan/ atau tanah aset Negara/ pemerintah, yang dianggap tanah terlantar;
2. Tuntutan pengembalian tanah atas dasar ganti rugi yang belum selesai, mengenai tanah-tanah perkebunan, non perkebunan, tanah bekasa tanah partikelir, bekas tanah hak barat, tanah kelebihan maksimum dan pengakuan hak ulayat;
3. Tumpang tindih status tanah atas dasar klaim bekas eigendom, tanah milik adat dengan bukti girik, dan/ atau Verponding Indonesia, tanah obyek landreform dan lain-lain;
4. Tumpang tindih putusan pengadilan mengenai sengketa tanah.
Beberapa faktor penyebab sengketa
1. Persediaan tanah relatif terbatas sementara pertumbuhan penduduk meningkat;
2. Ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, pembangunan dan pemanfaatan tanah;
3. Tanah terlantar dan Resesi Ekonomi;
4. Pluralisme hukum tanah dimasa kolonial;
5. Persepsi dan kesadaran “ Hukum “ masyarakat terhadap penguasaan dan pemilikan tanah;
6. Inkonsistensi Kebijakan Pemerintah dalam penyelesaian masalah;
7. Reformasi;
8. Kelalaian petugas dalam proses pemberian dan pendaftaran hak atas tanah;
9. Sistem Peradilan
10. Lemahnya sisitem administrasi pertanahan
11. Tidak terurusnya tanah-tanah aset Instansi Pemerintah.
Upaya menghindari sengketa
1. Pemegang Hak Atas Tanah mengusahakan tanahnya secara aktif;
2. Penguasaan tanah disesuaikan dengan kemampuan untuk memanfaatkan/ mengusahakan tanahnya secara seimbang;
3. Menata dan memelihara tanah dengan baik;
4. Dibentuk suatu peradilan khusus yang menangani sengketa pertanahan;
Fungsi dan peran Badan Pertanahan Nasional dalam penanganan masalah dan sengketa Hak Atas Tanah serta bentu-bentuk penanganannya.
1. Menelaah dan mengolah data untuk menyelesaikan perkara di bidang pertanahan;
2. menampung gugatan-gugatan, menyiapkan bahan memori jawaban, memori/ kontrak memori banding, memori/ kontrak memori kasasi, memori/ kontrak memori peninjauan kembali atas perkara yang diajukan melalui peradilan terhadap perorangan dan badan hukum yang merugikan Negara;
3. Mengumpulkan data masalah dan sengketa pertanahan;
4. Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan mengenai penyelesaian sengketa Hak Atas Tanah;
5. Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan pembatalan Hak Atas Tanah kerena cacat administrasi dan berdasarkan kekuatan putusan peradilan;
6. Melaksanakan dokumentasi.
Penanganan / penyelesaian sengketa Hak Atas Tanah
1. Sengketa pertanahan biasanya diketahui oleh Badan Pertanahan Nasional dengan adanya Pengaduan;
2. adanya pengaduan ditindaklanjuti dengan mengidentifikasi masalah untuk mengenali masalah tersebut menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional atau kewenangan Instansi lainnya ;
3. Meneliti permasalahan yang menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional, untuk membuktikan kebenaran pengaduan, serta menentukan apakah pengaduan yang bersangkutan beralasan untuk diproses lebih lanjut;
4. Jika hasil penelitian perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan data fisik dan administrasi serta yuridis, maka Kepala Kantor dapat mengambil langkah-langkah pengamanan berupa pencegahan mutasi (status quo).
5. Jika permasalahan bersifat strategis, maka diperlukan pembentukan tim terpadu dari beberapa unit kerja, jika bersifat politis, sosial, ekonomis, maka tim melibatkan lembaga lain, seperti Dawan Perwakilan Rakyat, Departemen Dalam Negeri, Pemerintah Daerah dan Instansi terkait lainnya;
6. Tim akan menyusun laporan hasil penelitian untuk menjadi bahan rekomendasi penyelesaian.
Pembatalan Hak Atas Tanah merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa Hak Atas Tanah yang disebabkan surat keputusan pemberian hak dan/ atau sertipikat Hak Atas Tanah yang merupakan “beschiking” atau keputusan pejabat tata usaha Negara yang diterbitkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota mengandung cacat dan merugikan salah satu pihak tertentu.
1. Dilakukan sebagai pelaksanaan keputusan pengadilan, pada prinsipnya merupakan bentuk dari eksekusi administrasi berkenaan dengan status subyek dan obyek tanah sengketa, sedangkan eksekusi fisik dilakukan oleh aparat pengadilan;
2. Dilakukan kerena terdapat cacat administrasi dalam proses penerbitannya, misalnya terdapat : kesalahan dalam penerapan peraturan perundang-undangan; kesalahan subyek hak; kesalahan obyek hak; kesalahan jenis hak; kesalahan perhitungan luas; tumpang tindih hak; kesalahan data fisik dan data yuridis; dan kesalahan administrasi lainnya.
Tata cara dan persyaratan pembatalan Hak Atas Tanah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional (PMNA/ KBPN) No. 9 Tahun 1999 jo (PMNA/ KBPN) No. 3 Tahun 1997 jo Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.
(SUMBER SUBDIT PENERANGAN DAN PENYULUHAN DIREKTORAT HUKUM PERTANAHAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL)